Senin, 11 Mei 2015

Pujangga Naga Kecil: Marah Tidak Selalu Buruk

Pujangga Naga Kecil: Marah Tidak Selalu Buruk:      Pernahkah terbayang pada diri kita, bahwa kita begitu tidak merasa baik saat marah. Merasa bahwa marah adalah perilaku buruk yang perna...

KETIKA SOPAN SANTUN MENJADI BENTUK HIPOKRIT TERSELUBUNG

      Sudah jadi kebiasaan untuk seseorang mengajarkan pada orang lain hal-hal baik yang berkenaan tentang sopan santun, khususnya orang tua. Dibelahan bumi manapun, orang tua pasti mengajarkan hal-hal tersebut dan itu menjadi budaya yang terbiasa pada hidup kita secara keseluruhan. Tapi pernahkah kita berpikir, bahwa hal tersebut bisa menjadikan seseorang berpura-pura agar dianggap punya sopan santun. Karena itu jadi bentuk pengalaman pribadi gue sendiri pada khususnya.
      Kalau kita kaji lebih teliti, apa sih sopan santun itu? Pasti akan beragam jawaban akan keluar, tergantung bentuk pemahaman arti sopan santun itu sendiri dari setiap individu. Gue akan mengurai sedikit sopan santun menurut Kamus Besar Melayu (KBM) dan juga Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
 - Sopan santun menurut KBM ialah " Baik berkelakuan dalam budi bahasa serta hormatnya " (Linknya ada di http://prpm.dbp.gov.my/Search.aspx?k=sopan+santun )
 - Sopan santun menurut KBBI ialah " Budi pekerti yg baik; Tata krama; Peradaban; Kesusilaan " (Linknya ada di kbbi.web.id/sopan%20santun ).
Jadi inilah bentuk dasar yang menjadi pedoman sesorang untuk menilai orang lain dalam bersopan santun. Lalu ketika panduan tersebut tidak dimiliki seseorang, orang tersebut akan disebut tidak memiliki sopan santun.
      Lalu masalahnya dimana? Itu yang jadi persoalan yang coba kita lihat (tentu saja ini versi gue :D)
      Makin dituntut seseorang untuk bersikap sopan malah membentuk sikap yang berpura-pura agar dianggap memiliki sopan santun untuk orang-orang disekitarnya. Lalu orang yang lebih terbuka pola pikirnya atau bersikap dan bertindaknya akan dianggap kurang ajar, arogan dan tidak sopan. Apa-apaan begitu?
      Kenapa gue berani berkata begitu, karena itu yang pernah gue jalani. Untuk terlihat memiliki sopan santun gue berusaha atau lebih tepatnya berpura-pura bersikap baik didepan orang. Menjijikkan sekali rasanya hidup seperti itu. Gue jadi hipokrit. Tapi itu masa lalu. Gue belajar dari seseorang untuk menjadi diri sendiri.Bangga pada diri gue. Dan kini gue ga malu lagi atau segan untuk bersikap jujur. Gue memilih kehilangan lingkungan, keluarga ataupun teman-teman gue daripada gue harus terus berpura-pura hidup bersopan-sopan. Memilih bersikap lebih terbuka menyuarakan pendapat, berargumen pedas dan kasar jika dibutuhkan untuk sesuatu yang dianggap baik dan benar, itu lebih baik daripada mengajarkan orang lain sebuah bentuk kebodohan ataupun melakukan pembodohan yang menurut gue itu ga ada sopan-sopannya langsung.
      So, gue hanya ingin kalian berpikir sejenak. Apakah ketika sesorang bersuara lantang, berkata-kata kasar, berargumen pedas, atau marah-marah untuk sesuatu yang dianggap benar dan masuk dalam logika kalian akan dianggap tidak memiliki sopan santun? Atau malah seseorang yang TOLOL DAN BODOH dengan mulut manis dan bersikap lemah lembut dalam bersikap dan berkata-kata ternyata BAJINGAN intelektual yang akan kalian anggap memiliki sopan santun?