Kamis, 06 November 2014

PERCAYA PADA INTUISI

     Setiap orang memiliki kepekaan sendiri-sendiri dalam kepercayaannya terhadap intuisi atau biasa disebut kata hati atau gerak hati atau apalah namanya. Begitu juga dengan gue. Ada beberapa kejadian dimana intuisi gue tersebut malah menyelamatkan bahkan membuat gue terhindar dari masalah yang menyangkut dengan keselamatan diri gue. Walau terkadang seperti tidak masuk akal, tapi jangan pernah mengabaikan intuisi yang kalian rasakan. Percaya atau tidak, ketika kata hati lo mengatakan ada something ga bener. Maka dengan mempercayai feeling lo, itu akan membuat diri lo selamat. Dan jangan pernah mengabaikan warning yang sudah hati lo berikan. Gue pernah berada dalam situasi yang membuat gue harus mempercayai intuisi gue. Dan jujur, gue bersyukur pada tuhan bahwa gue diberi kepekaan tersebut. Apalagi gue jenis orang yang selalu menganggap semua orang adalah baik. Ada sebuah kejadian yang paling gue ingat dimana waktu itu, beberapa tahun yang lalu saat gue masih menetap di Indonesia, di Medan lebih tepatnya. Saat itu gue berencana pulang kerumah menggunakan angkot. Walau banyak berita tentang maraknya kejahatan diangkot tapi tak membuat gue untuk takut pulang sendirian, malam hari pulak. Gue ga takut, tapi bukan berarti gue kehilangan kewaspadaan terhadap situasi apapun.
     Singkat cerita, didalam angkot gue sendirian menuju arah rumah gue. Hanya ada gue dan supir angkot. Kebiasaan gue naik angkot biasanya paling demen duduk dipojok. Dan waktu itu angkot sepi sehingga gue leluasa duduk ditempat favorit gue. Perjalanan terasa aman-aman aja. Hingga disatu perempatan jalan naiklah seorang laki-laki masih muda. Untuk jenis gue yang ga pernah memperhatikan detil orang, intuisi gue tiba-tiba bekerja. Entah kenapa gue merasa harus menggeser posisi tempat duduk. Padahal selama ini ga pernah begitu. Dan kejadian gue pulang malem dan sendirian dalam angkot bukan sekali ini saja. Tapi kali ini beda. Gue ngerasa ga enak hati.
     Awalnya gue mencoba mengabaikan intuisi gue dengan tidak merubah posisi duduk gue. Tapi desakan hati gue lebih kuat untuk menggeser tempat duduk dan segera keluar dari angkot. Pertama gue hanya menggeser tempat duduk dekat pintu angkot walau gue ga ada kepikiran buat lompat kl ada kejadian ga baik didalam angkot, sehingga kami duduk berhadapan, gue coba juga acuh tak acuh pada lelaki itu. Karena gue ga mau paranoid duluan. Tiba-tiba gue ditegor, ditanya macam-macam dan gue berusaha menjawabnya dengan sopan. Walau pertanyaannya basi banget dan ga penting, dari mana dan mau kemana (emang apa urusan lo pikir gue).
     Nah, ada momen dimana dia mulai bersikap aneh. Menunduk kearah bawah tempat duduknya diantara angkot yang bergerak. Seperti mencari sesuatu. Lalu tiba-tiba menunjukkan sebungkus kecil plastik berisi uang dan bertanya pada gue, apakah ini punya gue? Merasa bukan milik gue gue jawab bukan tanpa menatapnya. Dan saat itu intuisi gue bener-bener bekerja, saat dia memperhatikan gue dari atas kebawah berulang kali. Ada desakan dihati gue untuk turun. Tapi masih gue tunda karena situasi masih tidak memungkinkan untuk gue turun. Dia menyuruh gue untuk melihat uang yang dipegangnya tapi gue acuhkan. Sepertinya kesal, dia menyuruh gue menatap matanya saat gue tak mau menatap matanya saat menjawab pertanyaan. Gue hanya melirik sekilas kearah uang yang dipegangnya, karena dia masih ngotot uang itu milik gue. Gue bilang, bukan punya gue.Mungkin punya penumpang lain. Dan tahukah kalian apa yang dia katakan ? Oh bukan punya kamu ya? Ya udah nanti aku kembalikan sama yang punya. Sumpah gue pengen ketawa saat itu dan membuat gue berpikir (emang lo kenal siapa yang punya mau dikembalikan). Dan itu makin meyakinkan gue untuk secepatnya turun dari angkot. Saat melintasi kantor polisi gue teriak minta turun sama sopir angkot. Tuh laki-laki jadi bingung saat gue mutusin buat turun. Malah sempat tanya, kan belum sampai rumah? Gue cuma jawab, ada perlu kekantor polisi. Padahal gue cuma mengikuti intuisi gue buat turun.
     Intinya, jika suatu hari disuatu tempat, tiba-tiba kalian merasa ada something wrong dengan keadaan disekitar lo pada. Mending ikuti kata hati lo deh. Tapi bukan berarti buat lo harus jadi paranoid. Dan pesan gue tetap waspada dan jangan menatap terlalu lama mata lawan bicara lo saat lo mulai merasa ada something yang salah. So, sudahkah kalian mempercayai intusi kalian sendiri?

Senin, 11 Agustus 2014

Mempelajari Seni Dan Teknik Menulis Puisi

Oleh: Tamara Audry Danuwidjaya

     Banyak orang bermimpi dan berpikir, bahwa mudah untuk jadi seorang penulis ataupun seorang penyair sehingga layak disebut seorang sastrawan. Punya buku atau ditasbihkan sebagai seorang sastrawan, terkadang cara cepat untuk bisa diakui oleh orang lain. Padahal apakah kita sadar, bahwa tanggung jawab sebenarnya kita dimulai adalah setelah buku kita dihasilkan,dicetak dan diedarkan. Bukan masa-masa proses penulisan atau editingnya. Apakah itu akan menjadi sebuah karya yang bermanfaat dan berguna buat orang lain? Apakah menghasilkan dan menemukan suatu ide atau bahasa-bahasa yang baru? Atau hanya menjadi pengulangan ide sehingga menjadi klise. Atau hanya jadi sebuah kumpulan sampah yang menyesatkan buat orang lain. Karena sebenarnya banyak hal yang harus benar-benar dipelajari dan dipahami untuk layak mengklaim diri sebagai seorang penulis, penyair atau sastrawan.
     Dan butuh proses serta kesabaran panjang untuk bisa menciptakan sebuah temuan dari banyaknya bahasa-bahasa baru.
Bahkan saya sendiri baru memahami beberapa istilah yang sering saya dengar dan baca, karena bodohnya saya hanya mengerti arti istilah itu tapi bukan benar-benar memahaminya.
Dalam "The art and craft of poetry" karya Michae J.Bugeja atau "The Elements of Style" karya William Strunk, Jr atau kutipan dari "Essential Poetry Technique" banyak yang bisa kita pelajari untuk menjadi panduan kita dalam menulis sebuah puisi. Tapi tentu saja dengan penulisan yang sedikit merumitkan.
     Dan mungkin dengan tulisan saya yang tidak terlalu bagus ini, bisa berguna buat teman-teman yang ingin mencoba menulis, tapi masih "ribet" dengan istilah-istilah dunia penulisan bagi orang awam kebanyakan. Karena saya mencoba menyederhanakannya menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar sederhana untuk dipahami. Terutamanya oleh diri saya sendiri.
Baiklah, mari kita mulai.

Metafor adalah pemahaman sederhana dari sebuah bahasa gambar yang bisa divisualisasikan dengan tepat dan benar saat proses mengolah konsep yang membutuhkan konsentrasi berpikir sehingga menghasilkan sebuah bahasa baru.

Simile juga memiliki persamaan dengan metafor, hanya saja harus menambahkan kata "seperti" ataupun setaranya.

Sedangkan extended metaphor atau perluasan metafor ditujukan untuk pengerucutan dan ia perluasan predikasi dari suatu subjek

contoh:

"wajahmu purnama raja
penuntun kaki pengembara di malam gulita
...
..."

Namun simile yang berbeda dengan metafor terjadi saat sebuah tulisan berakhir menjadi sebuah example

contohnya:

"Keajaiban gravitasi
Seperti bulan padam yang mengambang
Kemiringan hujan dan pepohonan"

; adalah tulisan yang memiliki hubungan relasi kepada obyek sehingga saling melengkapi visualisasi dari gravitasi dan akhirnya hanya menjadi sebuah example dari tulisan itu sendiri.

Kecerdasan puitik adalah kemampuan menemukan sesuatu, melihat yang tak terlihat, atau menarik hubungan antara hal-hal yang tampak tak berhubungan sekalipun. Di dalamnya terdapat sensitivitas penglihatan untuk detail yang signifikan dan relevan, kepekaan terhadap bahasa verbal maupun visual, dan keahlian naratif maupun figuratif yang memungkinkan bagi penciptaan sesuatu.

Apakah kecerdasan puitik berkaitan dengan puisi? Apakah kecerdasan puitik adalah kecerdasan berpuisi?

Ya, kecerdasan puitik berkaitan dengan puisi, kecerdasan berpuisi. Puitik adalah kata sifat bagi puisi atau hal-hal yang berkaitan dengan puisi. Sebagai kata benda, puitik adalah praktik menulis puisi atau komposisi puitik, risalah mengenai sifat, bentuk, dan hukum puisi.
  
Kecerdasan berpuisi? Seberapa pentingkah?

Tak dipungkiri bahwa puisi bagi kebanyakan orang memiliki reputasi yang buruk, tak lebih dari sekumpulan kata-kata kosong aneh, ungkapan perasaan mendayu-ndayu, atau kalimat-kalimat putus asa penuh tanda seru, yang tak memiliki relevansi apapun dengan kehidupan. Pandangan itu tentu sebuah kesalahpahaman.

“Puisi” berasal dari kata Yunani “poiesis”—“poiein”, yang artinya “menemukan”—“menciptakan”. Sebagai penemuan-penciptaan, puisi pertama-tama tentu soal penghayatan, pertanyaan terhadap realitas dalam maupun luar dan pencarian jawabannya. Hal ini membuat puisi selalu relevan bagi kehidupan, bahkan signifikan, penting.

Jawaban-jawaban atau realitas-realitas baru yang ditemukan dalam proses penghayatan itu tentu belum terbahasakan, sehingga dibutuhkan metafor-metafor yang diciptakan melalui penukaran, pengubahan tanda, atau analogi dari aset bahasa berdasarkan prinsip-prinsip similaritas-dissimilaritas, yang ketepatan dan kebermaknaan merupakan taruhannya.

Contohnya:
“I believe the souls of 500 Sir Isaac Newtons
would go to the making up of a Shakespeare or a Milton"

(Samuel Taylor Coleridge)

; ungkapan diatas bermaksud bahwa

1 shakespeare atau 1 milton = 500 newton

; yang juga bermaksud bahwa untuk menjadi seorang penyair atau penulis membutuhkan kecerdasan lebih dari seorang ilmuwan.

Itu dikarenakan bahwa seorang ilmuwan hanya perlu 1 eureka, sedangkan seorang penyair atau penulis, membutuhkan eureka dalam setiap langkahnya.

note:
Eureka adalah teriakan saat seseorang menemukan sesuatu; i find it !
( berlaku kepada ilmuwan, penyair ataupun penulis ).

     Namun yang membedakannya kepada seorang penyair ataupun penulis dari seorang ilmuwan adalah temuan kata yang seharusnya tak asing namun bukan berarti menemukan sesuatu dan menyatakan sesuatu yg umum, sudah biasa atau klise.
Karena ketika menemukan sebuah penemuan, maka pasti memerlukan bahasa baru. Dan karena itu bahasa baru, menemukan bahasa baru, maka ia pasti sebuah metafor.
     Seperti sebuah epifani yang tampak seperti kesadaran tiba-tiba, namun sebenarnya ia adalah hasil pencarian dari sebuah usaha keras untuk menemukannya.
Karena epifani adalah sebuah pencerahan dalam situasi di mana realisasi mencerahkan memungkinkan masalah atau situasi yang ditemukan dapat dipahami dari perspektif baru dan lebih dalam tentunya.

Because, I always think being a writer it is the coolest job in the world.Turns out that writing is easy. But it was not easy when we want to make the field of writing as a job. Because writing is not just writing. There should be awareness that writing is not only need talent. But it is also a good technique and imagination. So for me, being a writer remains the coolest job in the world. But at the same time be the most difficult job. Because of the talent, ability, technique, taste, and imagination becomes the most important element. And finally, not all authors were able to write a good article. Even the big names are not a guarantee of the best writings. Even sometimes feels like writing rubbish. So what we have to do is learn. Yes, learning to write well.

Sumber:

Mengutip beberapa tulisan, komentar dan status dari akun Facebook Nuruddin Asyhadie
Mengutip beberapa komentar pada sebuah note akun Facebook Eimond Esya yang berjudul Keindahan Arkeologi.
Buku The art and craft of poetry karya Michae J.Bugeja
The Elements of Style karya William Strunk, Jr
Kutipan dari "Essential Poetry Technique"
Hasil googling