Kamis, 06 November 2014
PERCAYA PADA INTUISI
Singkat cerita, didalam angkot gue sendirian menuju arah rumah gue. Hanya ada gue dan supir angkot. Kebiasaan gue naik angkot biasanya paling demen duduk dipojok. Dan waktu itu angkot sepi sehingga gue leluasa duduk ditempat favorit gue. Perjalanan terasa aman-aman aja. Hingga disatu perempatan jalan naiklah seorang laki-laki masih muda. Untuk jenis gue yang ga pernah memperhatikan detil orang, intuisi gue tiba-tiba bekerja. Entah kenapa gue merasa harus menggeser posisi tempat duduk. Padahal selama ini ga pernah begitu. Dan kejadian gue pulang malem dan sendirian dalam angkot bukan sekali ini saja. Tapi kali ini beda. Gue ngerasa ga enak hati.
Awalnya gue mencoba mengabaikan intuisi gue dengan tidak merubah posisi duduk gue. Tapi desakan hati gue lebih kuat untuk menggeser tempat duduk dan segera keluar dari angkot. Pertama gue hanya menggeser tempat duduk dekat pintu angkot walau gue ga ada kepikiran buat lompat kl ada kejadian ga baik didalam angkot, sehingga kami duduk berhadapan, gue coba juga acuh tak acuh pada lelaki itu. Karena gue ga mau paranoid duluan. Tiba-tiba gue ditegor, ditanya macam-macam dan gue berusaha menjawabnya dengan sopan. Walau pertanyaannya basi banget dan ga penting, dari mana dan mau kemana (emang apa urusan lo pikir gue).
Nah, ada momen dimana dia mulai bersikap aneh. Menunduk kearah bawah tempat duduknya diantara angkot yang bergerak. Seperti mencari sesuatu. Lalu tiba-tiba menunjukkan sebungkus kecil plastik berisi uang dan bertanya pada gue, apakah ini punya gue? Merasa bukan milik gue gue jawab bukan tanpa menatapnya. Dan saat itu intuisi gue bener-bener bekerja, saat dia memperhatikan gue dari atas kebawah berulang kali. Ada desakan dihati gue untuk turun. Tapi masih gue tunda karena situasi masih tidak memungkinkan untuk gue turun. Dia menyuruh gue untuk melihat uang yang dipegangnya tapi gue acuhkan. Sepertinya kesal, dia menyuruh gue menatap matanya saat gue tak mau menatap matanya saat menjawab pertanyaan. Gue hanya melirik sekilas kearah uang yang dipegangnya, karena dia masih ngotot uang itu milik gue. Gue bilang, bukan punya gue.Mungkin punya penumpang lain. Dan tahukah kalian apa yang dia katakan ? Oh bukan punya kamu ya? Ya udah nanti aku kembalikan sama yang punya. Sumpah gue pengen ketawa saat itu dan membuat gue berpikir (emang lo kenal siapa yang punya mau dikembalikan). Dan itu makin meyakinkan gue untuk secepatnya turun dari angkot. Saat melintasi kantor polisi gue teriak minta turun sama sopir angkot. Tuh laki-laki jadi bingung saat gue mutusin buat turun. Malah sempat tanya, kan belum sampai rumah? Gue cuma jawab, ada perlu kekantor polisi. Padahal gue cuma mengikuti intuisi gue buat turun.
Intinya, jika suatu hari disuatu tempat, tiba-tiba kalian merasa ada something wrong dengan keadaan disekitar lo pada. Mending ikuti kata hati lo deh. Tapi bukan berarti buat lo harus jadi paranoid. Dan pesan gue tetap waspada dan jangan menatap terlalu lama mata lawan bicara lo saat lo mulai merasa ada something yang salah. So, sudahkah kalian mempercayai intusi kalian sendiri?
Senin, 11 Agustus 2014
Mempelajari Seni Dan Teknik Menulis Puisi
Oleh: Tamara Audry Danuwidjaya
Banyak orang bermimpi dan berpikir, bahwa mudah untuk jadi seorang penulis ataupun seorang penyair sehingga layak disebut seorang sastrawan. Punya buku atau ditasbihkan sebagai seorang sastrawan, terkadang cara cepat untuk bisa diakui oleh orang lain. Padahal apakah kita sadar, bahwa tanggung jawab sebenarnya kita dimulai adalah setelah buku kita dihasilkan,dicetak dan diedarkan. Bukan masa-masa proses penulisan atau editingnya. Apakah itu akan menjadi sebuah karya yang bermanfaat dan berguna buat orang lain? Apakah menghasilkan dan menemukan suatu ide atau bahasa-bahasa yang baru? Atau hanya menjadi pengulangan ide sehingga menjadi klise. Atau hanya jadi sebuah kumpulan sampah yang menyesatkan buat orang lain. Karena sebenarnya banyak hal yang harus benar-benar dipelajari dan dipahami untuk layak mengklaim diri sebagai seorang penulis, penyair atau sastrawan.
Dan butuh proses serta kesabaran panjang untuk bisa menciptakan sebuah temuan dari banyaknya bahasa-bahasa baru.
Bahkan saya sendiri baru memahami beberapa istilah yang sering saya dengar dan baca, karena bodohnya saya hanya mengerti arti istilah itu tapi bukan benar-benar memahaminya.
Dalam "The art and craft of poetry" karya Michae J.Bugeja atau "The Elements of Style" karya William Strunk, Jr atau kutipan dari "Essential Poetry Technique" banyak yang bisa kita pelajari untuk menjadi panduan kita dalam menulis sebuah puisi. Tapi tentu saja dengan penulisan yang sedikit merumitkan.
Dan mungkin dengan tulisan saya yang tidak terlalu bagus ini, bisa berguna buat teman-teman yang ingin mencoba menulis, tapi masih "ribet" dengan istilah-istilah dunia penulisan bagi orang awam kebanyakan. Karena saya mencoba menyederhanakannya menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar sederhana untuk dipahami. Terutamanya oleh diri saya sendiri.
Baiklah, mari kita mulai.
"wajahmu purnama raja
penuntun kaki pengembara di malam gulita
...
..."
Namun simile yang berbeda dengan metafor terjadi saat sebuah tulisan berakhir menjadi sebuah example
"Keajaiban gravitasi
Seperti bulan padam yang mengambang
Kemiringan hujan dan pepohonan"
Ya, kecerdasan puitik berkaitan dengan puisi, kecerdasan berpuisi. Puitik adalah kata sifat bagi puisi atau hal-hal yang berkaitan dengan puisi. Sebagai kata benda, puitik adalah praktik menulis puisi atau komposisi puitik, risalah mengenai sifat, bentuk, dan hukum puisi.
Kecerdasan berpuisi? Seberapa pentingkah?
Contohnya:
“I believe the souls of 500 Sir Isaac Newtons
would go to the making up of a Shakespeare or a Milton"
; ungkapan diatas bermaksud bahwa
1 shakespeare atau 1 milton = 500 newton
note:
Eureka adalah teriakan saat seseorang menemukan sesuatu; i find it !
( berlaku kepada ilmuwan, penyair ataupun penulis ).
Namun yang membedakannya kepada seorang penyair ataupun penulis dari seorang ilmuwan adalah temuan kata yang seharusnya tak asing namun bukan berarti menemukan sesuatu dan menyatakan sesuatu yg umum, sudah biasa atau klise.
Karena ketika menemukan sebuah penemuan, maka pasti memerlukan bahasa baru. Dan karena itu bahasa baru, menemukan bahasa baru, maka ia pasti sebuah metafor.
Seperti sebuah epifani yang tampak seperti kesadaran tiba-tiba, namun sebenarnya ia adalah hasil pencarian dari sebuah usaha keras untuk menemukannya.
Karena epifani adalah sebuah pencerahan dalam situasi di mana realisasi mencerahkan memungkinkan masalah atau situasi yang ditemukan dapat dipahami dari perspektif baru dan lebih dalam tentunya.
Mengutip beberapa tulisan, komentar dan status dari akun Facebook Nuruddin Asyhadie
Mengutip beberapa komentar pada sebuah note akun Facebook Eimond Esya yang berjudul Keindahan Arkeologi.
Buku The art and craft of poetry karya Michae J.Bugeja
The Elements of Style karya William Strunk, Jr
Kutipan dari "Essential Poetry Technique"
Hasil googling